Selasa, 03 Mei 2011

Jiwa yang Selalu Merasa Kaya

Jiwa yang Selalu Merasa Kaya  
Print 

Contributed by MT Aminudin  


Saturday, 09 September 2006
Tetangga yang memiliki mobil baru, rekan seprofesi yang kariernya cepat menanjak, teman kuliah yang rata-rata sukses, tak terasa menimbulkan benih-benih kedengkian dalam hati. Setan lalu membisikkan khayalan dan angan-angan lebih jauh lagi. Padahal ada begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.
Anak-anak yang cerdas dan penurut, rumah tangga yang tenang dan tentram, pekerjaan yang halal, adalah anugerah Allah yang patut disyukuri. Namun kita begitu sering melupakan nikmat yang Allah berikan itu dan lebih suka membandingkannya dengan orang lain, padahal mensyukuri nikmat akan menambah besarnya nikmat itu sendiri. Mengapa tidak bersikap qona'ah saja dengan skenario Allah? Sebab Allah-lah yang lebih mengerti akan kebutuhan kita.
Jika Allah tidak memberi harta berlimpah kepada kita, itu bisa jadi karena kita yang belum siap. Allah tidak ingin kita menjadi pribadi yang sombong dan takabbur. Allah tidak ingin kita menjadi seperti Fir'aun dan Qorun yang mengkufuri nikmat. Jika Allah belum memberi kita kedudukan yang baik dalam karier, itu mungkin karena Allah masih menganggap kita belum mampu memegang amanah, yang justru malah akan menjatuhkan kita.
Jadi, mengapa harus muncul benih-benih kedengkian? Toh semuanya sudah diatur oleh Allah dengan seadil-adilnya dan seproporsional mungkin. Kita tinggal berusaha dan menjalaninya dengan lapang dada, tak perlu muncul keluh kesah apalagi murka. Kedengkian hanya akan membuat hati kita selalu gelisah dan akan menghilangkan kebaikan seperti api yang melalap kayu bakar. Hati kita akan terus menerus merasa tidak puas, terombang-ambing oleh perasaan ketidak-adilan semu. Akhirnya depresi yang terjadi, dan kita sendirilah yang rugi.
Mari renungkan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa salam berikut ini: "Orang yang kaya bukanlah dengan harta benda akan tetapi orang yang kaya adalah kaya jiwa" (HR Syaikhani dari Abu Hurairah). Maka kekayaan yang hakiki adalah kaya jiwa, dalam arti tidak tamak apa yang ada pada orang lain, tamak terhadap harta, jabatan, kemasyhuran atau wanita yang dimiliki oleh orang lain. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal." (Thaha: 131)
Jiwa yang kaya merasa yakin bahwa rezekinya akan datang seperti janji Allah: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya…" (al-Hud: 23) sehingga hatinya merasa tenang dan tentram, tidak bermusuhan dengan orang lain hanya karena masalah dunia.
Seperti jawaban Hatim al-Asham yang suatu hari ditanya, "Atas dasar apa engkau bertawakkal dalam masalah ini?" Beliau menjawab, "Atas empat hal: aku tahu bahwa rizkiku tidak akan dimakan oleh seseorang, karena itu hatiku tenang, aku tahu bahwa amalku tidak akan pernah dilakukan oleh seseorang, karena itu aku sibuk dengannya, aku tahu bahwa kematian akan datang dengan tiba-tiba, karena itu aku mempersiapkannya, dan aku tahu bahwa aku selalu ada dalam pengawasan Allah, karena itu aku malu kepada-Nya."
Atau seperti jawaban 'Ali bin Abi Thalib ketika dimintai pendapat, "Wahai Abul Hasan, terangkanlah sifat dunia kepada kami!" Lalu beliau berkata, "Dengan ungkapan yang panjang atau pendek?" Mereka berkata, "Dengan ungkapan yang pendek saja." Beliau berkata, "Yang halal dari dunia pasti akan diperhitungkan sedangkan yang haram darinya adalah bekal yang menjerumuskan ke Neraka."
Begitulah prinsip kehidupan yang mereka jalani, yang bisa menjadi pelepas dahaga bagi jiwa-jiwa yang kering dan tamak. Prinsip hidup yang datang dari hati yang selalu merasa cukup dengan apa yang Allah berikan. Prinsip yang semoga mampu menggedor pintu kesadaran jiwa kita yang kini hanyut pada ambisi-ambisi dunia, jiwa yang selalu menuruti keinginan hawa nafsu. Mampukah kita menerapkannya?
Orang Tua Melarang Memakai Jilbab
Cetak halaman ini
Kirim halaman ini ke teman via E-mail

Ditulis oleh Dewan Asatidz   
----- Tanya ----- Assalamu'alaikum wr. wb. Saya punya kawan muslimah yang pengin sekali berjilbab. Tapi terhalang orangtuanya yg melarang dia berjilbab, dgn alasan, gak semua orang berjilbab itu tingkah lakunya baek. Meski sebenarnya tidak semua tuduhan itu benar. Kawan saya ini bingung banget. Yang mau saya tanyakan: 1. Bagaimana hukumnya orangtua yang melarang putrinya berjilbab? Padahal hukum muslimah berjilbab kan wajib? Kalo gak nurutin maunya orangtua, kawan saya takut dibilang anak durhaka. 2. Bagaimana caranya memberi pengertian pada orangtua kawan saya. Karena niatnya untuk berjilbab udah mantep. Dan dia juga udah ngasih pengertian, kewajiban ini niatnya Lillahi ta'alaa, bukan utk sekedar menggugurkan kewajiban aja. Terimakasih atas perhatian dan jawabannya. Jazakumullohu Khoiron. Wassalam, Diana ----- Jawab ----- Saudari Diana yang baik Masih banyak dari umat Islam yang belum memahami kewajiban memakai jilbab. Kita tidak bisa menyalahkan mereka begitu saja, sebab itu mungkin keterbatasan pemahaman mereka terhadap ajaran agama, atau mungkin kondisi lingkungan dan pendidikan yang mempengaruhinya. Jalan yang terbaik adalah memberi mereka pengertian dan menyadarkan mareka bahwa memakai jilbab merupakan salah satu ajaran agama Islam. Tentu tidak harus dengan cara berkonfrontasi atau bertengkar mulut, apalagi bila yang menghalangi adalah orang tua, pasti mereka mempunyai alasan yang sifatnya duniawi. Jelaskanlah secara halus melalui dialog bahwa memakai jilbab semata demi menjalankan perintah agama. Dan yang lebih penting lagi buktikan dengan berkonsisten memakai jilbab dan dengan sikap yang lebih baik dari sebelum memakai jilbab, insya Allah dengan cara begitu orang tua akan semakin sayang. Tidak usah takut merasa mendurhakai orang tua dengan memakai jilbab, yaitu dengan menyampaikan pengertian bahwa itulah prinsip yang Saudari yakini dan amalkan dari agama Saudari. Memakai jilbab tidak harus menunggu pinter ilmu agama atau nunggu dizinkan. Demikian juga memakai jilbab sama sekali tidak mengurangi peluang mencari kerja atau aktifitas lainnya. Rizqi dan karier kita tidak karena pakaian kita, tapi lebih karena kemampuan dan keuletan kita mengejar dan mencarinya. Ini bisa dilihat di semua lapangan pekerjaan yang baik dan terhormat, pasti saudari akan melihat saudari-saudari kita yang cantik-cantik mengenakan jilbab bekerja di sana, mereka bangga dengan busana muslimah mereka. Wassalam Muhammad Niam Uraian tentang masalah jilbab, bisa dibaca dalam arsip tanya jawab No. : 031, 123 dan 124 di website kami www.pesantrenvirtual.com

Fw: Aning Katamsi : Bismillah, maka Saya Berjilbab

Wida . Kusuma
Fri, 01 Sep 2006 00:32:30 -0700

Salah satu motivasi seseorang untuk berjilbab...
 
----- Forwarded by Wida Kusuma/JJ0269/JOC/ID on 09/01/2006 02:28 PM -----
 
Jumat, 01 September 2006
Aning Katamsi 
Bismillah, maka Saya Berjilbab 
 
 
Masak begini sih cara saya melaksanakan perintah Allah? Aning Katamsi 
menceritakan lagi pergulatan batinnya. Saat itu, kisahnya, ia mulai 
terketuk hatinya mendekatkan diri pada Allah, seusai mengikuti sebuah 
training emotional and spiritual quotion. 
 
Ia rajin mengikuti pengajian. Tiap kali pergi mengaji, ia berbusana 
Muslimah lengkap dengan jilbabnya. Sepulang mengaji, ia bongkar lagi 
jilbabnya. Hingga suatu hari, ia merasa malu sendiri. 
 
Tak hanya malu pada diri sendiri, ia juga mempertanyakan komitmen dirinya 
dalam mencintai Tuhannya. Betulkah cara saya mencintai-Nya, dia bertanya. 
 
Hatinya gundah. Rasanya munafik sekali, sehari-hari tidak pakai jilbab 
tetapi kalau mengaji baru pakai jilbab, tuturnya. 
 
Keesokan harinya, tanpa coba-coba lagi dan berbasmalah, ia putuskan untuk 
menutup auratnya di muka umum. Januar Asmoro, sang suami, kendati setuju, 
sempat terheran-heran dengan perubahan istrinya. Setelah mendengar 
penjelasan Aning, ia berpesan, Oke, kalau kamu sudah memutuskan untuk 
memakai jilbab, maka kamu harus istikamah. 
 
Tak hanya mengucapkan pesan, hari itu juga Januar mengantarkan istrinya 
memburu jilbab di toko-toko busana Muslim. Ia membantu Aning 
memadu-padankan busana dengan kerudungnya. 
 
Tak terasa, kini sudah tiga tahun ia istikamah dengan busana kebanggannya 
itu. Ia menikmati bagaimana rasanya dekat dengan Sang Khalik. Kita bisa 
berdoa apa saja yang kita mau, sampai tak terasa menangis, tutur perempuan 
kelahiran 3 Juni 1969 ini. 
 
Perempuan bernama lengkap Ratna Kusumaningrum ini mengaku agama sangat 
ditekankan dalam keluarganya sedari kecil. Namun orang tuanya tidak 
mengajarkannya dengan keras. Saya pernah juga lalai, waktu remaja, aku 
Aning. 
 
Saat memutuskan untuk berbusana Muslimah, ia sama sekali tidak mencemaskan 
apakah karier bernyanyinya bakal berakhir atau tidak. Baginya, memakai 
busana Muslimah adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar.
 
Faktanya kemudian, rezekinya dimurahkan setelah berjilbab. Banyak tawaran 
menyanyikan lagu-lagu Islami datang padanya. Terakhir, ia menyanyikan lagu 
untuk soundtrack sinetron Maha Kasih. 
 
Darah seni mengalir dari kedua orang tuanya. Ayahnya, Pranajaya, sangat 
menguasai seni peran dan suara. Ibunya penyanyi seriosa andal. Seluruh 
keluarganya piawai memainkan alat musik -- terutama piano -- dan 
bernyanyi. 
 
Aning mulai serius menekuni dunia tarik tahun 1985. Pertama kalinya, ia 
mengikui acara Seriosa Remaja di TVRI yang memang digelar untuk para 
remaja. Penyanyi seriosa remaja pada saat itu belum banyak akhirnya 
diambil dari beberapa anaknya penyanyi termasuk saya pertama kali menyanyi 
di situ, ujarnya. 
 
Tak lama setelah itu diselenggarakan pemilihan bintang radio dan televisi 
untuk remaja. Tahun 1987, ia menjadi juara bintang radio dan televisi. 
 
Menurut Aning, kemampuannya menyanyi hingga nada tinggi adalah karunia 
yang sangat besar dari Allah. Dengan karunia itu saya bisa berkarya, 
berkarier, dan kesempatan terbuka luas di depan saya, ujarnya. Satu 
cita-citanya yang belum terwujud adalah keinginannya berdakwah melalui 
seni musik dan suara. Semoga segera tercapai! 
 
Aning Katamsi
Nama Lengkap: Ratna Kusumaningrum
Tanggal lahir : 3 Juni 1969
Suami : Januar Asmoro
Anak-anak : Varizka Anjani (kelas tiga SD)
Renggani Ghifari (TK Kelas A) 
Pekerjaan : Mengajar di Sekolah Musik YPM (Yayasan Pendidikan Musik) 
 
(dam ) 
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=262705&kat_id=376

Tidak ada komentar:

Posting Komentar