Jumat, 01 Juli 2011

para penguasa Mesir kuno yang disebut dalam Al-Quran dan perbedaan antara kata

membelah Laut Merah dengan tongkatnya untuk menghindari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya tentunya sudah tak asing lagi ditelinga kita. Di kitab suci Al-Qur’an dan Alkitab, kronologi pengejaran dikisahkan begitu gamblang walaupun terdapat sedikit perberbedaan kisah diatara keduanya. Namun yang pasti, kedua kitab suci tersebut mengisahkan kepada kita mengenai akhir yang menggembirakan bagi Musa beserta Kaum Bani Israel karena dapat meloloskan diri dari kejaran Fir’aun beserta bala tentaranya. Dan bagi sang Fir’aun, ia justru menemui ajalnya setelah tenggelam bersama pasukannya di Laut Merah.
Walaupun Al-Quran dan Alkitab sudah cukup jelas mengisahkan kronologi peristiwa itu terjadi, namun masih terdapat teka-teki mengenai siapa sebenarnya Fir’aun yang memimpin pengejaran terhadap Musa beserta kaum Bani Israel? Al-Quran dan Alkitab tidak menyebutkan secara mendetail siapakah Fir’aun yang dimaksud.

Fir’aun (Pharaoh) merupakan gelar yang diberikan kepada raja-raja Mesir kuno. Asal usul istilah Fir’aun sebetulnya merujuk kepada nama istana tempat berdiamnya seorang raja, namun lama – kelamaan digunakan sebagai gelar raja-raja Mesir kuno. Banyak Fir’aun yang telah memimpin peradaban yang terkenal dengan penginggalan Piramida Khufu-nya itu, mulai dari Raja Menes -sekitar 3000 SM, pendiri kerajaan, pemersatu Mesir hulu dan hilir  – hingga Mesir jatuh dibawah kepemimpinan raja-raja dari Persia.

Sejauh ini telah banyak studi yang dilakukan untuk mengidentifikasi siapakah Fir’aun yang sedang berkuasa saat peristiwa keluarnya Musa beserta Bani Israel dari tanah Mesir. Berikut beberapa kandidatnya :

  • Ahmose I (1550 SM – 1525 SM)
  • Thutmose I (1506 SM – 1493 SM)
  • Thutmose II (1494 SM – 1479 SM)
  • Thutmose III (1479 SM – 1425 SM)
  • Amenhotep II (1427 SM – 1401 SM)
  • Amenhotep IV (1352 SM – 1336 SM)
  • Horemheb (sekitar 1319 SM – 1292 SM)
  • Ramesses I (sekitar 1292 SM – 1290 SM)
  • Seti I (sekitar 1290 SM – 1279 SM)
  • Ramesses II (1279 SM – 1213 SM)
  • Merneptah (1213 SM – 1203 SM)
  • Amenmesse (1203 SM – 1199 SM)
  • Setnakhte (1190 SM – 1186 SM)

Dari daftar beberapa Fir’aun diatas, nama Ramesses II selama ini memang kerap diidentifikasikan sebagai Fir’aun yang sedang berkuasa pada saat itu. Ia  merupakan sosok Fir’aun terbesar dan terkuat yang pernah memimpin peradaban Mesir kuno. Ramesses II juga merupakan salah satu Fir’aun yang paling lama berkuasa, yakni 66 tahun lamanya.

Sifatnya yang kadang tirani terhadap masyarakat kelas bawah, membuat sejarawan banyak yang berspekulasi dengan menyebutkan ia sebagai raja yang memperbudak Bani Israel. Walaupun demikian, tidak ada bukti arkeologi yang benar-benar memperkuat dugaan tersebut. Selain itu periode masa hidupnya juga dikatakan tidak cocok dengan kemungkinan terjadinya peristiwa keluaran.

Kemudian menilik ke Raja Merneptah – putra Ramesses II – yang berkuasa setelah Ramesses II mangkat, ia juga bukan merupakan Fir’aun yang dimaksud mengingat pada masa pemerintahannya, Merneptah pernah mengatakan bahwa Bangsa Israel telah tiba di tanah Kana’an. Itu artinya, peristiwa keluarnya Musa beserta Bani Israel telah lama terjadi sebelum ia berkuasa.

Lalu bagaimana dengan Seti I, ayah dari Ramesses II ? Bagaimanapun juga, ahli sejarah Alkitab mengatakan peristiwa keluaran ini terjadi disekitar 1400 SM, itu jauh dari masa pemerintahan Seti I.

Beberapa Sejarawan yang menggunakan metode penelitian dengan cara mencocokkan kronologi di dalam catatan-catatan peninggalan Mesir Kuno dengan perkiraan waktu keluaran pada kitab suci menyimpulkan, kemungkinan peristiwa itu terjadi saat Mesir kuno dibawah pimpinan Raja-raja Dinasti ke-18.

Dinasti ke-18 mencakup beberapa raja, yakni Thutmose I (1506 SM – 1493 SM), Thutmose II (1494 SM – 1479 SM), diselingi oleh kepempinan Fir’aun wanita yaitu Ratu Hatsepsut (1479 SM -1458 SM) kemudian Thutmose III (1479 SM – 1425 SM).

Benarkan Thutmose II Fir’aun yang tenggelam di Laut Merah?

Relief Thutmose II

Menurut studi yang dilakukan oleh Sejarawan Alan Gardiner, setelah kematian Thutmose I dan masa persinggahannya selama 40 tahun di Madyan / Midian, Musa memutuskan untuk kembali ke tanah Mesir tempat beliau dibesarkan. Allah menugaskan Musa untuk menyampaikan ajaran agama yang hakiki kepada Fir’aun. Pada saat itu, Mesir dipimpin oleh Raja Thutmose II yang memperistri Ratu Hatshepsut.

Thutmose II, menurut sejarah bukanlah sosok Fir’aun yang hebat, sebaliknya istrinya Hatshepsut yang banyak berperan penting bagi kemajuan kerajaan. Walaupun bukan merupakan sosok pemimpin yang dikatakan berpengaruh, Gardiner tetap meyakini Thutmose II merupakan kandidat terkuat fir’aun yang melakukan pengejaran terhadap Musa beserta kaum Bani Israel. Hal itu dikarenakan banyaknya kecocokan dengan studi sejarah yang ia lakukan.

Garnier juga menambahakan bahwa di pusara tempat berdiamnya mummi Thutmose II, hampir tidak ditemukan ornamen-ornamen dan benda-benda berharga “semewah” pusara raja-raja Mesir kuno yang lainnya. Ada kesan bahwa raja ini tidak begitu disukai dan dihormati oleh rakyatnya, sehingga mereka tak peduli dengan kematian sang Raja. Selain itu, kematiannya yang mendadak juga menjadi salah satu alasannya.

Penelitian terhadap Mummi Thutmose II yang ditemukan di situs Deir el-Bahri pada tahun 1881 mengungkapkan bahwa terdapat banyak bekas cidera di tubuhnya, dan Mummi-nya ditemukan tidak dalam kondisi yang bagus. Hal ini mungkin menandakan Thutmose II mati secara tidak wajar. Apakah cidera di tubuhnya itu akibat hempasan kekuatan gelombang Laut Merah yang secara tiba-tiba tertutup kembali? Wallahu ‘alam Bishawab

Al-Quran sendiri mengisahkan detik-detik terakhir kehidupan Sang Fir’aun :

Dan Kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah ia ;” Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. ( QS Yunus 90).

Dari ayat diatas kita dapat mengetahui bahwa Fir’aun mencoba memohon kepada Allah agar ia diselamatkan ketika air mengenggelamkan raganya. Namun sangatlah jelas bahwasannya tindakan Fir’aun hanyalah suatu kebohongan semata sebagai alasan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari maut.

Setelah sang Fir’aun tewas pada periode pemerintahannya yang tergolong singkat, besar kemungkinan jalannya roda pemerintahan diambil alih sementara oleh sang Ratu yang tak lain ialah Hatshepsut sebelum akhirnya Thutmose III naik tahta.

Jika benar Thutmose II merupakan Fir’aun yang dimaksud, ada suatu kemungkinan kronologi sejarahnya menjadi demikian :

Pertama, Musa dibesarkan dilingkungan kerajaan Mesir saat Thutmose I berkuasa, dan istri Thutmose I yang menemukan bayi Musa saat hanyut di Sungai Nil.

Kedua,  selang puluhan tahun setelah Musa melarikan diri dari tanah Mesir karena ancaman hukuman mati akibat peristiwa terbunuhnya seorang prajurit kerajaan olehnya, ia kembali untuk menyampaikan ajaran Allah kepada Fir’aun. Namun pada saat itu mungkin Thutmose I telah meninggal dan digantikan putranya Thutmose II.

Mummi Thutmose II
Mummi Thutmose II

Mengapa Thutmose II Diyakini Sebagai Firaun Yang Tenggelam di Laut Merah Sedangkan Mummi-nya Sendiri Berhasil Ditemukan?

Pertanyaan diatas memang kerap ditanyakan. Mereka yang bertanya kebanyakan beranggapan bahwa Jasad Fir’aun tidak mungkin berhasil ditemukan apalagi dalam bentuk Mummi, sebab telah tenggelam di Laut Merah bersama bala tentaranya.

Bagi kawan-kawan muslim, Al-Quran mengisahkan kepada kita sebagai berikut :

Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesunguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan Kami. ( QS Yunus 91-92).
Tentunya ayat diatas sudah cukup menjelaskan mengapa Allah dengan sengaja menyelamatkan jasad sang Fir’aun. (sumber : Dipta


Menurut sejarah pada waktu Nabi Musa bersama kaumnya keluar dari negeri Mesir menuju Palestina dikejar oleh Fir'aun dan balatentaranya, mereka harus melalui laut merah sebelah utara, maka Allah memerintahakan kepada Musa memukul laut itu, dengan tongkatnya, perintah itu dilaksanakan oleh Musa hingga terbelahlah laut merah tersebut dan terbentanglah jalan raya di tengah-tengahnya, dan Musa melalui jalan itu sampai selamatlah Musa dan kaumnya ke seberang. . Sedang Fir'aun dan pengikut- pengikutnya melalui jalan itu pula, tetapi diwaktu mereka berada di tengah-tengah laut, kembali laut itu sebagaimana semula, lalu tenggelamlah Fir'aun dan balatentaranya dilaut merah itu.

KESOMBONGAN DAN KEGANASAN FIR'AUN

Fir'aun adalah gelar bagi raja-raja Mesir purbakala, menurut sejarah, ini Fir'aun dimasa Nabi Musa tercantum dalam Surat Al- Qashash ayat 38 menyebutkan : Ketika Fir'aun tidak kuasa lagi mendebat Musa. ia tetap bersikap sewenag-wenang berkata: " Wahai masyarakat sekalian, aku tidak mengetahui adanya Tuhan bagi kalian selain diriku" Kemudian ia memerintahkan mentrinya, Haman, untuk memperkerjakan oran-orang agar membuat bangunan dan istana yang tinggi agar Fir'aun dapat menaikinya untuk melihat Tuhan yang diserukan Musa, Maka dengan begitu Fir'aun dapat lebih yakin bahwa Musa termasuk dalam golongan para pendusta dalam anggapannya.
Fir'aun dan balatentaranya tetap angkuh dengan kebatilan di muka bumi, Maka Allah menenggelamkan Fir'aun dan balatentaranya dilaut merah utara, menurut sejarah setelah beberapa tahun, Allah menyelamatkan tubuh kasarnya dan terdampar dipinggir laut ditemukan oleh orang Mesir kemudian di balsem, masih utuh sampai sekarang ada di musium Tahrir yang berada di tengah kota Cairo.
Allah menyelamatkan tubuh kasar Fir'aun sebagai peringatan bagi manusia-manusia belakangan.

Dari Sa’id bin Jubeir dari Ibnu ‘Abbas radhiya’l-lahu ‘anhuma meriwayatkan: “dua orang Sahabat menghadap Rasulullah (menanyakan tentang Fir’aun). Sabda Nabi s.a.w: “Malaikat Jibril menyumpali mulut Fir’aun dengan pasir, khawatir kalau-kalau akan mengucapkan: la ‘ilaha illa’l-lah” (Shahih, HR. Turmudzi [3107]; Ahmad [2145], at-Thabari [11/163]; Ibnu Hibban [6215]; Nasa’i [6/363]. Dishahihkan oleh Syeikh Albani dalam as-Shahihah [2015] dan Shahih Sunan Turmudzi [2484]. Dishahihkan juga oleh Syeikh Syu’aib Arnouth, Tahqiq Shahih Ibnu Hibban [14/98])

Fir’aun mati dengan mulut menyon

Hadits di atas umumnya dapat kita temui pada bahasan ayat tenggelamnya Fir’aun. Imam at-Thabari dan Imam Al-Qurthubi misalnya meletakkan hadits tersebut pada surah Yunus ayat 90, di mana Allah berfirman: “Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Qs. 10:90) .

Pada detik-detik naza‘nya, malaikat Jibril melihat gelagat Fir’aun akan mempergunakan kesempatan dalam kesempitan. Allah Ta’ala memerintahkan malaikat Jibril untuk mengeksekusi nyawa Fir’aun dengan cara menyumpal mulutnya dengan pasir, supaya tidak sampai mengucapkan keimanan dan pertaubatannya. Akhirnya Fir’aun mati dengan mulut menyon dan jauh dari rahmat Allah s.w.t.(Tafsir Al-Kasyaf, 21 202).

Karena iman dan taubat pada saat ini, tiada guna sama sekali. Para Ulama mengatakan: “anna’l-iman bi’l-qalbi ka’imani’l-akhras“, iman sebatas bibir tak ubahnya seperti iman bisu. Iman dalam kondisi terpaksa atau dipaksa oleh suatu keadaan tertentu, bukan iman khalis (murni). Iman seperti ini, tidak direken oleh Allah. Mengutip Tafsir Syeikh Sa’di, ada dua keadaan di mana iman tidak berguna pada saat itu yakni beriman di ujung sakarat dan beriman menjelang hari Qiamat, sesuai firman Allah dalam surah Al-Mu’min:85.

Termasuk keimanan yang terpaksa atau dipaksa adalah masuk Islam karena mau nikah, mau terima warisan, karena tujuan politik atau duniawi lainnya, seperti banyak menggejala akhir-akhir ini. Iman Nabi Yunus boleh jadi contoh, beliau ingat Allah di semua keadaan, dalam senang maupun di waktu susah. Sementara iman Fir’aun adalah iman kejepit. Allah melukiskan iman Nabi Yunus melalui ayat: “Maka jika sekiranya dia (Nabi Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (Qs.As-Shaffatf 143-144)

Fir’aun wafat di Laut Merah atau laut Qalzum atau sebelumnya populer dengan nama FAM AL-HAIRUTS, dekat terusan Suez, pada tanggal 10 Muharram dan karena itulah ada syari’at shaum ‘Asyura, setelah sebelumnya menyatakan taubat dan yakin akan Tuhan Allah s.w.t. Dan inilah taubat ghayru maqbui yakni taubat tertolak (Qs. 10:90)

Dalam hadits Bukhari-Muslim dan Abu Qatadah dapat kita simpulkan bahwa, kematian Fir’aun disyukuri oleh ummat manusia, dan inilah kematian orang yang diistirahatkan (mustarah). Bagi Bani Isra’il kematian Fir’aun adalah hari kemerdekaan, di mana puasa Asyura adalah wujud peringatan mensyukuri kematian Fir’aun, setiap tahun. Karena itu wahai para pemimpin, jauhilah prilaku Fir’aun

Fir’aun kafir sejak orok

Di antara perkara yang aneh dalam din Fir’aun adalah fithrah kejadiannya. Umum-nya bayi diciptakan oleh Allah dalam keadaan fithrah, kudu mawludin yuwladu ‘ala’i fithrah, tapi tampaknya hadits ini dikecualikan terhadap bayi Fir’aun. Karena sejak orok sudah kafir di dalam perut ibunya. Syeikh Albani dalam Shahihul Jami’ no.:3237 menghasankan bunyi hadits “wa khalaqa fir’aun fi bathni ummihi kafiran,” dan Fir’aun dijadikan (oleh Allah) dalam perut ibunya dalam keadaan kafir. (HR. Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil dan Imam Thabarani dalam Al-Ausath). Abu Sa’id Al-Khudri radhiya’l-lahu ‘anh menceritakan, saat menyampaikan hadits ini Rasulullah s.aw sedang berkhutbah di hadapan kami pada sore hari. Nabi s.a.w bersabda: “yuwladu’n-nass ‘ata thabaqatin syatta, manusia dilahirkan berdasarkan tingkatannya sendiri-sendiri.” Ada yang lahir mu’min, hidup mu’min dan mati dalam keadaan mu’min. Ada yang lahir kafir, hidup kafir dan mati pun kafir. Ada yang lahir mu’min, hidup mu’min dan mati kafir, serta ada yang lahir kafir, hidup kafir, tapi matinya dalam keadaan mu’min. Berkata Ibnu Mas’ud radhiya’l-lahu ‘anh, pada kesempatan inilah hadits di atas disabdakan oleh Rasulullah s.a.w, “khalaqa’l-lahu yahya bin zakariya fi bathni ummihi mu’minan wa khalaqa fir’aun fi bathni ummihi kafiran.” (Tafsir Qurthubi, surah at-Tagha-bun:2. As-
Shahihah Syeikh Albani [4/446] no.: 1831, dan sesuai dengan bunyi hadits ‘Aisyah dalam Shahih Muslim [8/54-55] no.2662).

Bisa kita simpulkan, bahwa Fir’aun terlahir untuk menjadi dajjal. Karena itu, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (w.751 H) memasukkan Fir’aun dalam deretan tokoh dajjajilah sepanjang sejarah mewakili simbol penguasa dzalim (kitab al-Fawa’id,hal:90). Ada dajjal sifat yang selalu ada di panggung sejarah meramaikan jagad zaman, dan pada saatnya nanti -’ala qadarillah- akan muncul dajjal kubra yang menghiasi fenomena fitnah akhir zaman dan menjadi tanda tibanya hari Qiamat. Sama dengan Fir’aun, Dajjal akhir zaman, juga kafir. Tanda kekafiran itu, jelas terbaca oleh orang mu’min di jidatnya. Apa mungkin dia anak cucu Fir’aun, sejarahlah yang akan menjawabnya, yang jelas bapak-ibunya adalah orang Yahudi, dan watak aslinya adalah suka melakukan penjungkir-balikan fakta atas nama banyak kepentingan. (Fathul Bari’, 2/318).

Fir’aun, Gelar Raja Durhaka

Ahli sejarah terpecah dua; ada yang bilang Fir’aun itu nama orang (ismul ‘ajam), yang lain dan terbanyak mengatakan Fir’aun itu gelar bagi raja yang lupa daratan. Tapi yang jelas, nama ini pertama kali dipakai oleh Walid bin Mush’ab bin Rayyan, keturunan Lois bin Sam bin Nuh. (Fajrul ‘Urus [1/8131]).

Fir’aun Musa adalah Ramses II atau Ramses Akbar, yaitu dinasti yang ke-19 yang naik tahta pada 1311 SM. Ada yang mengatakan bahwa, Fir’aun ini juga bernama Maneftah (1224-1214 SM) yang Allah binasakan bersama 700.000 pasukannya di Laut Merah, mayatnya Allah selamatkan, pada waktu syuruq (matahari terbit), menurut Tafsir Muqatil (Qs. 10:90). Mayatnya diawetkan dengan pembalseman dalam bentuk mumi yang kini disimpan di museum Mesir di Kairo dengan berbagai macam hikmah sejarah. Mumi ini ditemukan pertama kali oleh purba-kalawan Perancis, Loret, di Wadi al-Muluk (lembah raja-raja) Thaba Luxor Mesir pada tahun 1896 M. Pembalutnya dibuka oleh Eliot Smith, seorang purbakalawan Inggris pada tanggal 8 Juli 1907.

Demikianlah, setiap negara atau kepercayaan, punya gelar tersendiri. Sejauh tidak melampaui koridor wahyu dan amanah kekuasaan, gelar ini sah-sah saja untuk menun-jukan prestasi atau mendorong semangat juang. Sejarah kekuasaan mela-porkan, bahwa para penguasa memang doyan dengan gelar. Terlebih lagi jika gelar ini disematkan langsung oleh rakyat, disebut-sebut dalam forum terbuka, diperhelatan atau di balai-balai pertemuan. Bahkan ada gelar pemimpin yang sampai pada taraf kultus atau ghuluw. Para pemimpin dan tokoh ini merasa senang jika gelar kebesaran atau kehormatan itu disebut-sebut dalam untaian do’a dengan penghormatan yang sangat berlebihan.

Tetapi mereka lupa, ketika gelar mengarah pada kultus pada saat inilah gelar bisa makan tuan. Gelar menyeret pemiliknya pada kesombongan, sehingga bisa lupa daratan. Fitnah ghuluw (kultus, fanatik) muncul dari pemujaan gelar yang kelewat batas.

Perhatikanlah pesan indah dari Imam as-Syafi’i rahimahullah berikut ini: Berkata Imam as-Syafi’i: “aku benci orang yang kelewat mengagungkan makhluk, hingga menjadikan kuburannya (di.sebagai) masjid. Aku kuatirterjadi fitnah atasnya dan fitnah atas orang sesudahnya.” (Imam An-Nawawi, AI-Majmu’ [5/269]; Al-Umm Imam As-Syafi’i [1/92-93)

Sumber : Buletin Dakwah No. 02 Thn. XXXV 11 Januari 2008

Seorang Arkeolog bernama Ron Wyatt (lihat di http://www.wyattmuseum.com/ron-wyatt.htm ) pada ahir tahun 1988 silam mengklaim bahwa dirinya telah menemukan beberapa bangkai roda kereta tempur kuno didasar laut merah.

Menurutnya, mungkin ini merupakan bangkai kereta tempur Fira’aun yang tenggelam dilautan tsb saat digunakan untuk mengejar Musa bersama para pengikutnya.



Menurut pengakuannya,selain menemukan beberapa bangkai roda kereta tempur berkuda, Wyatt bersama para krunya juga menemukan beberapa tulang manusia dan tulang kuda ditempat yang sama.

Temuan ini tentunya semakin memperkuat dugaan bahwa sisa-sisa tulang belulang itu merupakan bagian dari kerangka para bala tentara Fir’aun yang tenggelam di laut Merah.

Apalagi dari hasil pengujian yang dilakukan di Stockhlom University terhadap beberapa sisa tulang belulang yang berhasil ditemukan,memang benar adanya bahwa struktur dan kandungan beberapa tulang telah berusia sekitar 3500 tahun silam,dimana menurut sejarah, kejadian pengejaran itu juga terjadi dalam kurun waktu yang sama.

Selain itu,ada suatu benda menarik yang juga berhasil ditemukan,yaitu poros roda dari salah satu kereta kuda yang kini keseluruhannya telah tertutup oleh batu karang,sehingga untuk saat ini bentuk aslinya sangat sulit untuk dilihat secara jelas.

Mungkin Allah sengaja melindungi benda ini untuk menunjukkan kepada kita semua bahwa mukjizat yang diturunkan kepada Nabi-nabiNya merupakan suatu hal yang nyata dan bukan merupakan cerita karangan belaka.

Diantara beberapa bangkai kereta tadi,ditemukan pula sebuah roda dengan 4 buah jeruji yang terbuat dari emas.Sepertinya, inilah sisa dari roda kereta kuda yang ditunggangi oleh Fir’aun sang raja.


Sekarang mari kita perhatikan gambar diatas,


Pada bagian peta yang aq lingkari (lingkaran merah),menurut para ahli kira-kira disitulah lokasi dimana Nabi Musa bersama para kaumnya menyebrangi laut Merah. Lokasi penyeberangan diperkirakan berada di Teluk Aqaba di Nuweiba.


Kedalaman maksimum perairan di sekitar lokasi penyeberangan adalah 800 meter di sisi ke arah Mesir dan 900 meter di sisi ke arah Arab.
Sementara itu di sisi utara dan selatan lintasan penyeberangan (garis merah) kedalamannya mencapai 1500 meter.
Kemiringan laut dari Nuweiba ke arah Teluk Aqaba sekitar 1/14 atau 4 derajat, sementara itu dari Teluk Nuweiba ke arah daratan Arab sekitar 1/10 atau 6 derajat.


Diperkirakan jarak antara Nuweiba ke Arab sekitar 1800 meter.Lebar lintasan Laut Merah yang terbelah diperkirakan 900 meter.

Dapatkah kita membayangkan berapa gaya yang diperlukan untuk dapat membelah air laut hingga memiliki lebar lintasan 900 meter dengan jarak 1800 meter pada kedalaman perairan yang rata2 mencapai ratusan meter untuk waktu yang cukup lama, mengingat pengikut Nabi Musa yang menurut sejarah berjumlah ribuan? (menurut tulisan lain diperkirakan jaraknya mencapai 7 km, dengan jumlah pengikut Nabi Musa sekitar 600.000 orang dan waktu yang ditempuh untuk menyeberang sekitar 4 jam).

Menurut sebuah perhitungan, diperkirakan diperlukan tekanan ( gaya per satuan luas) sebesar 2.800.000 Newton/m2 atau setara dengan tekanan yang kita terima jika menyelam di laut hingga kedalaman 280 meter.


Jika kita kaitkan dengan kecepatan angin,menurut beberapa perhitungan,setidaknya diperlukan hembusan angin dengan kecepatan konstan 30 meter/detik (108 km/jam) sepanjang malam untuk dapat membelah dan mempertahankan belahan air laut tersebut dalam jangka waktu 4 jam!!!sungguh luar biasa,Allah Maha Besar.

Firman Allah dalam al-Qur’an :

Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka. -Qs. 20 Thaaha :78



Catatan : Mengenai penemuan Wyatt ini, bisa dilihat dalam situs : http://www.wyattmuseum.com/red-sea-crossing-04.htm


The stone of Gazirat el- Shatea .
A stone dating back to the third dynasty and exactly to the age of king Zoser was discovered. The following text was carved out of it:( king Zoser  asked the gods to end the starvation that struck Egypt and lasted for seven years etc…). I believe that Joseph ruled Egypt at the age of king Zoser , at the time of the third dynasty because it was credited that this starvation lasted for seven years . It was also hinted that the ruler of Egypt was the king not the Pharaoh and this is in accordance with the glorious Quran.
The Quran miracle about The Unknown.
The Quran makes different between two important ages in the history of Egypt which are the age of the pre-Pharaohs i.e. before the eighteenth dynasty who called their rulers the kings and the age of the post-Pharaohs who called their rulers the Pharaohs and this started from the eighteenth dynasty. That is in contrast to the Torah that has not made difference between the two ages and the two titles: in Torah, Pharaoh is a title for the rulers of Egypt whether at the time of the prophet Joseph or at the time of the prophet Moses and this contradicts the modern science.
As for the glorious Quran, it was and is still the book of Allah at which falsehood cannot come from before it or behind it  and which does not have any contradiction.
Allah says:"will they not then ponder on the Qur'an? If  it had been from other than Allah they would have found therein much incongruity."

Translated by:
Fatima Mohamed
The references:
 The sources:
(1)            http:// en. wikipedia. Org/wiki/pharaoh
British encyclopedia http://p2 . www. britannica. Com/eb/article-9059581/pharaoh

Menurut studi yang dilakukan oleh Sejarawan Alan Gardiner, setelah kematian Thutmose I dan masa persinggahannya selama 40 tahun di Madyan / Midian, Musa memutuskan untuk kembali ke tanah Mesir tempat beliau dibesarkan. Allah menugaskan Musa untuk menyampaikan ajaran agama yang hakiki kepada Fir'aun. Pada saat itu, Mesir dipimpin oleh Raja Thutmose II yang memperistri Ratu Hatshepsut.

Thutmose II, menurut sejarah bukanlah sosok Fir'aun yang hebat, sebaliknya istrinya Hatshepsut yang banyak berperan penting bagi kemajuan kerajaan. Walaupun bukan merupakan sosok pemimpin yang dikatakan berpengaruh, Gardiner tetap meyakini Thutmose II merupakan kandidat terkuat fir'aun yang melakukan pengejaran terhadap Musa beserta kaum Bani Israel. Hal itu dikarenakan banyaknya kecocokan dengan studi sejarah yang ia lakukan.

Penelitian terhadap Mummi Thutmose II yang ditemukan di situs Deir el-Bahri pada tahun 1881 mengungkapkan bahwa terdapat banyak bekas cidera di tubuhnya, dan Mummi-nya ditemukan tidak dalam kondisi yang bagus. Hal ini mungkin menandakan Thutmose II mati secara tidak wajar. Apakah cidera di tubuhnya itu akibat hempasan kekuatan gelombang Laut Merah yang secara tiba-tiba tertutup kembali? Wallahu 'alam Bishawab (Hanya Allah Yang Maha Tahu: red)

Al-Quran sendiri mengisahkan detik-detik terakhir kehidupan Sang Fir'aun :
Dan Kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah ia ;" Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". ( QS Yunus 90).

Dari ayat diatas kita dapat mengetahui bahwa Fir'aun mencoba memohon kepada Allah agar ia diselamatkan ketika air mengenggelamkan raganya. Namun sangatlah jelas bahwasannya tindakan Fir'aun hanyalah suatu kebohongan semata sebagai alasan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari maut. (Baca : Bukti Malaikat Menyumpal Mulut Firaun Sesaat Sebelum Ditenggelamkan)

Setelah sang Fir'aun tewas pada periode pemerintahannya yang tergolong singkat, besar kemungkinan jalannya roda pemerintahan diambil alih sementara oleh sang Ratu yang tak lain ialah Hatshepsut sebelum akhirnya Thutmose III naik tahta.

Jika benar Thutmose II merupakan Fir'aun yang dimaksud, ada suatu kemungkinan kronologi sejarahnya menjadi demikian :

Pertama, Musa dibesarkan dilingkungan kerajaan Mesir saat Thutmose I berkuasa, dan istri Thutmose I yang menemukan bayi Musa saat hanyut di Sungai Nil.

Kedua, selang puluhan tahun setelah Musa melarikan diri dari tanah Mesir karena ancaman hukuman mati akibat peristiwa terbunuhnya seorang prajurit kerajaan olehnya, ia kembali untuk menyampaikan ajaran Allah kepada Fir'aun. Namun pada saat itu mungkin Thutmose I telah meninggal dan digantikan putranya Thutmose II.

Mummi Thutmose II
Mengapa Thutmose II Diyakini Sebagai Firaun Yang Tenggelam di Laut Merah Sedangkan Mummi-nya Sendiri Berhasil Ditemukan?

Pertanyaan diatas memang kerap ditanyakan. Mereka yang bertanya kebanyakan beranggapan bahwa Jasad Fir'aun tidak mungkin berhasil ditemukan apalagi dalam bentuk Mummi, sebab telah tenggelam di Laut Merah bersama bala tentaranya.

Maha Besar Allah yang telah dengan sengaja menyelamatkan jasad sang Fir'aun. perhatikan firman Allah berikut:
Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesunguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan Kami. ( QS Yunus 91-92).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar