Siapa yang tak kenal Umar bin Khattab? Salah seorang sahabat Rosul yang memiliki perangkat keperibadian luar biasa. Mulai dari talenta Leader hingga ke worker army adalah karakternya. Terkenal gagah perkasa, sekaligus di segani kawan dan lawan. Bahkan dalam sebuah riwayat, , Nabi menyebutkan kalau Syeitan pun amat segan dengan Umar sehingga kalau Umar lewat di suatu jalan, maka Syeitan pun menghindar lewat jalan yang lain. Dalam .riwayat lain, di antara para sahabat, pedang umar yang paling berat dan panjang hingga dalam sekali tebasan bisa membunuh 5 ekor kuda sekaligus. Cerita tentang umar setelah masuk islam, kemudian menantang pemimpin quraisy untuk sparing partner, menjadi kisah menakjubkan penyemangat dalam menghadapi beratnya dakwah yang dihadapi.
Yang jelas banyak kisah heroic yang berkaitan dengan sosok Umar. Ini pun menjadi buah bibir umat muslim hingga saat ini. Karena itu ketika Umar sampai menangis, tentu ada peristiwa mengagungkan yang terjadi.
Lantas mengapa Umar “sang singa padang pasir” bisa menangis?
Umar pernah meminta izin menemui rasulullah. Ia mendapatkan beliau sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar. Sebagian tubuh beliau berada di atas tanah. Beliau hanya berbantal pelepah kurma yang keras. Aku ucapkan salam kepadanya dan duduk di dekatnya. Aku tidak sanggup menahan tangisku.
Rasul yang mulia bertanya, "mengapa engkau menangis ya Umar?" Umar menjawab, "bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini telah menimbulkan bekas pada tubuh engkau, padahal Engkau ini Nabi Allah dan kekasih-Nya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan kaisar duduk di singgasana emas dan berbantalkan sutera".
Nabi berkata, "mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga; sebuah kesenangan yang akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang bepergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya."
Tangisan umar bin khattab menjadi symbol cinta yang tulus kepada ALLAH yang di manifestasikan mencintai Rosul-Nya.. Dan inilah yang menjadi sumber kekuatan Umar yang sesungguhnya. Umar mampu menjadikan cinta menjadi stimulus dalam mempertahankan eksistensi keimanannya.
Ungkapan Rosul pun memberi pelajaran kepada Umar dan kita semua akan arti keberadaan fisik manusia di bumi. Hubungan manusia dan bumi layaknya mereka yang melakukan perjalanan panjang, kemudian singgah di sebuah tempat untuk berteduh atau transit, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Sangat singkat waktu persinggahan tersebut.
Waktu yang singkat jangan sampai membuat kita terlupa, bila kita sedang berjalan menuju tempat cinta yang sesungguhnya, meraih cinta utama, cinta yang di cintai, cinta yang menyalurkan energi tanpa batas ke relung jiwa, dan cinta yang membuat kita menjadi melankolis ketika sujud dan perkasa ketika berkerja.
Kedua tesis di atas, cinta dan perjalanan menuju cinta adalah bahan bakar manusia yang meleburkan fisiknya ke bumi tapi jiwa dan fikirannya menjuntai menyentuh batas langit ketujuh. . Cinta dan perjalanan menuju cinta adalah harga yang harus di bayar untuk mendapatkan “belaian” cinta yang abadi. Itulah cita-cita utama kita, cinta. Dan untuk sebuah cita-cita yang utama maka perhentian singkat menjadi tidak bermakna dalam perjalanan ini, karena cinta menarik kita untuk dekat ke arahnya. Semakin dekat ke cinta, maka semakin besar pula cinta menarik kita. Tak heran bila saat-saat perang merupakan saat yang bermakna bagi para sahabat, karena saat perang itulah, tarikan cinta semakin besar ke arahnya.
Yang jelas banyak kisah heroic yang berkaitan dengan sosok Umar. Ini pun menjadi buah bibir umat muslim hingga saat ini. Karena itu ketika Umar sampai menangis, tentu ada peristiwa mengagungkan yang terjadi.
Lantas mengapa Umar “sang singa padang pasir” bisa menangis?
Umar pernah meminta izin menemui rasulullah. Ia mendapatkan beliau sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar. Sebagian tubuh beliau berada di atas tanah. Beliau hanya berbantal pelepah kurma yang keras. Aku ucapkan salam kepadanya dan duduk di dekatnya. Aku tidak sanggup menahan tangisku.
Rasul yang mulia bertanya, "mengapa engkau menangis ya Umar?" Umar menjawab, "bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini telah menimbulkan bekas pada tubuh engkau, padahal Engkau ini Nabi Allah dan kekasih-Nya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan kaisar duduk di singgasana emas dan berbantalkan sutera".
Nabi berkata, "mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga; sebuah kesenangan yang akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang bepergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya."
Tangisan umar bin khattab menjadi symbol cinta yang tulus kepada ALLAH yang di manifestasikan mencintai Rosul-Nya.. Dan inilah yang menjadi sumber kekuatan Umar yang sesungguhnya. Umar mampu menjadikan cinta menjadi stimulus dalam mempertahankan eksistensi keimanannya.
Ungkapan Rosul pun memberi pelajaran kepada Umar dan kita semua akan arti keberadaan fisik manusia di bumi. Hubungan manusia dan bumi layaknya mereka yang melakukan perjalanan panjang, kemudian singgah di sebuah tempat untuk berteduh atau transit, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Sangat singkat waktu persinggahan tersebut.
Waktu yang singkat jangan sampai membuat kita terlupa, bila kita sedang berjalan menuju tempat cinta yang sesungguhnya, meraih cinta utama, cinta yang di cintai, cinta yang menyalurkan energi tanpa batas ke relung jiwa, dan cinta yang membuat kita menjadi melankolis ketika sujud dan perkasa ketika berkerja.
Kedua tesis di atas, cinta dan perjalanan menuju cinta adalah bahan bakar manusia yang meleburkan fisiknya ke bumi tapi jiwa dan fikirannya menjuntai menyentuh batas langit ketujuh. . Cinta dan perjalanan menuju cinta adalah harga yang harus di bayar untuk mendapatkan “belaian” cinta yang abadi. Itulah cita-cita utama kita, cinta. Dan untuk sebuah cita-cita yang utama maka perhentian singkat menjadi tidak bermakna dalam perjalanan ini, karena cinta menarik kita untuk dekat ke arahnya. Semakin dekat ke cinta, maka semakin besar pula cinta menarik kita. Tak heran bila saat-saat perang merupakan saat yang bermakna bagi para sahabat, karena saat perang itulah, tarikan cinta semakin besar ke arahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar