| Adab Orang yang Menerima Zakat atau Sedekah |
Ada beberapa kewajiban yang harus diperhatikan kelompok delapan yang berhak menerima zakat. Kewajiban-kewajiban yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Harus memahami bahwa Allahlah yang mewajibkan penyaluran zakat kepadanya, untuk mencukupi kebutuhan pokoknya, dan hasratnya harus terhimpun dalam satu hasrat, yaitu mencari rida Allah.
Harus mengucapkan terima kasih kepada orang yang memberinya dan mendoakannya. Tetapi, ini hanya sebatas mensyukuri sebab. Karena, siapa yang tidak mau berterima kasih kepada manusia, maka dia pun tidak mau bersyukur kepada Allah, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis riwayat Al-Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrad no. 218, Abu Daud, dan At-Tirmizi.
Di antara wujud terima kasih itu adalah tidak boleh mencela apa yang diberikan kepadanya sekalipun nilainya hanya sedikit, tidak mencemoohnya, dan tidan mencari-cari cacatnya.
Adapun kewajiban orang yang mengeluarkan zakat ialah menganggap besar zakat itu agar semua ini tidak terbalik melihat nikmat Allah. Dengan kata lain, orang yang tidak melihat sarana, maka dia adalah orang yang bodoh. Dan, itu termasuk suatu kemungkaran jika dia melihat sarana sebagai suatu yang pokok.
Harus melihat apa yang diberikan kepadanya. Jika melihat apa yang diberikan kepadanya itu tidak halal, maka dia sama sekali tidak boleh menerimanya. Sebab, zakat itu berasal dari mengambil harta orang lain. Maka, itu tidak bisa disebut zakat. Jika zakat itu meragukan, lebih baik dia menghindarinya, kecuali jika menimbulkan keadan yang rawan.
Seseorang yang mata pencahariannya lebih banyak dari yang haram, lalu dia mengeluarkan zakat, sementara tidak diketahui secara jelas dari bagian harta yang mana zakat itu dikeluarkan, maka ada yang menyatakan bahwa orang tersebut tetap harus mengeluarkan zakat. Dan, orang miskin boleh menerima zakat darinya menurut kebutuhannya jika memang tidak mempu untuk menyeleksinya.
Harus menerima atau mengambil zakat sebanyak kebutuhannya dan tidak lebih dari itu. Jika mempunyai utang dan tidak mampu melunasinya, dia harus mengambil sebanyak utang yang tidak bisa dilunasinya. Jika dia prajurit perang, dia harus mengambil menurut kebutuhannya untuk perang. Jika miskin, dia harus mengambil menurut kebutuhan pokoknya dan tiak boleh mengambil untuk keperluan-keperluan yang tidak pokok. Semua ini diserahkan kepada kepada kebijaksanaannya dan harus menghindari hal-hal yang meragukannya.
Para ulama berbeda pendapat tentang ukuran kekayaan yang dimiliki seseorang, sehingga dia tidak boleh menerima zakat. Yang benar ialah dia harus memiliki kekayaan yang selalu mencukupi kebutuhannya, apakah karena berdagang, keterampilan, atau gaji. Jika kebutuhan pokoknya sudah terpenuhi, dia boleh menerima zakat atau sedekah sekadar untuk menambah kebutuhannya sekalipun belum merasa cukup.
Zakat atau sedekah yang diambilnya ialah sebanyak kebutuhan pokoknya selama satu tahun dan tidak boleh lebih. Mengapa harus satu tahun? Karena, bersamaan dengan habisnya sedekah yang diambilnya akan tiba saat mengambilnya lagi setahun kemudian. Jika dia mengambil lebih banyak lagi berarti mengambil hak yang mestinya jatuh ke tangan orang miskin lainnya.
sumber: Diadaptasi dari Mukhtasyar Minhajul Qashidin, Al-Imam asy-Syekh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisy
Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar