Agama Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke 7 masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat international melalui selat malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Ummayah di Asia Barat sejak abad ke 7.
Masjid Mantingan adalah masjid kuno di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini dilaporkan didirikan di Kesultanan Demak pada tahun 1559. Didirikan oleh ubin lantai tinggi ditutup dengan cina buatan sendiri, dan juga kereta api-undakannya. Semua didatangkan dari Makao. Bubungan atap bangunan gaya termasuk china. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, sedang dinding sebelah tempat imam dan pendeta itu dihiasi dengan relief persegi bergambar margasatwa, dan penari penari diukir di batu kuning tua. Pengawasan pekerjaan konstruksi masjid ini tak lain adalah Babah Liem Mo Han. Di dalam kompleks masjid terdapat makam Sultan Hadlirin, suami dari Kanjeng Ratu Kalinyamat dan adik ipar Sultan Trenggono, penguasa terakhir Demak. Selain itu ada juga makam Waliullah Mbah Abdul Jalil, yang disebut sebagai nama lain Syekh Siti Jenar. Masjid Tua Palopo, didirikan oleh Raja Luwu bernama Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604 m, masjid yang memiliki luas 15 m2 ini diberi nama Tua, berdasarkan usia masjid nya yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa bugis dan luwu memiliki dua arti, yaitu: Pertama, penganan yang terbuat dari campuran beras ketan dan air gula. Kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna memiliki hubungan dengan proses pembangunan Masjid tua Palopo ini.
Sumber : Wikipedia dan berbagai sumber
Menurut sumber menjelang ahkir perempatan ke tiga abad ke 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada tahun 100 H (718 Masehi). Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar Bin Abdul Aziz dari kekhalifahab Bani Ummayyah meminta dikirimkan seorang Da'i yang bisa menjelaskan islam kepadanya.
Sejak itu, Islam mengalami perkembangan yang luar biasa. Baik dari segi penyebaran agama hingga sistem pemeritahan. Islam menjadi agama-agama resmi dari kerajaan yang dulunya yang beragama hindu dan budha. Perkembangan Islam pun relatif damai. Namun pada abad ke 15 Masehi, kedatangan imperiallis barat mengacaukan kedamaian yang ada.
Puncaknya, pada abad 17 hingga 18 Masehi, hubungan Islam di nusantara dengan pusat islam dunia terputus. Kejayaan islam hingga saat ini masih terlihat rekam jejaknya. Berikut 1o Masjid tertua dan bersejarah di Indonesia yang dibangun pada berabad-abad tahun yang lalu.
1. Masjid Saka Tunggal (1288)
Masjid Saka Tunggal terletak di desa Cikakak kecamatan Wangon, di bangun pada tahun 1288 sebagaimana terukir di Pilar Utama Masjid (Guru Saka). Proses pembangunan masjid kuno ini ditulis dalam buku karangan Kyai Mustolih, pendiri masjid. Tapi buku itu telah hilang beberapa tahun yang lalu. Setiap tanggal 27 Rajab di adakan ziarah di masjid dan membersihkan makam Kyai Mustolih. Masjid ini terletak sekitar 30 km dari kota Purwokerto, Jawa Tengah. Disebut Saka Tunggal karena di masjid ini di tengahnya ada satu tiang (Saka Tunggal) sebagai maksud gambaran bahwa Allah itu satu. Di beberapa tempat terdapat hutan pinus dan hutan lainya yang dihuni oleh ratusan monyet yang jinak dan ramah.
2. Masjid Wapauwe (1414)
Masjid ini masih terawat dengan baik, dibangun pada tahun 1414 Masehi di Maluku. Masjid ini merupakan pusat penyebaran agama Islam di Maluku pada masa lampau. Mulanya masjid ini bernama Masjid Wawane karena dibangun di lereng gunung Wawane oleh Perdana Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jaiolo dari Moloko Kie Raha (Maluku Utara). Masjid Wapauwe hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter. Tipologi bangunannya berbentuk empat bujur sangkar. Bangunan asli pada saat pendiriannya tidak mempunyai serambi. Konstruksi bangunan induk dirancang tanpa memakai paku dan hanya menggunakan pasak kayu pada setiap sambungan kayu. Kitab suci Al-Qur'an tulisan tangan di masjid ini pernah dipamerkan di Festial Istiqal, Jakarta. Bebarapa tambahan baru adalah tempat wudhu, karpet, kipas, dan listrik untuk pencahayaan.
Menurut cerita masyarakat sekitar masjid ini pernah berpindah tempat secara gaib, dikisahkan ketika masyarakat Tehala, Atetu dan Nukuhaly turun ke pesisir pantai dan bergabung menjadi negeri Kaitetu, Masjid Wapauwe masih berada di dataran Tehala. Namun pada suatu pagi, ketika masyarakat bangun dari tidurnya masjid secara gaib telah berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di tanah Teon Samaiha, lengkap dengan segala kelengkapannya. Wallahuallam.
3. Masjid Ampel (1421)
Masjid Ampel adalah sebuah masjid kuno yang berada di bagian utara Kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini dirikan oleh Sunan Ampel dan di dekatnya terdapat kompleks makam Sunan Ampel. Saat ini masjid Ampel merupakan salah satu daerah tujuan wisata religi di Surabaya. Masjid ini dikelilingi oleh bangunan berakrsitektur Tiongkok dan Arab, disamping kiri halaman Masjid Ampel terdapat sebuah sumur yang diyakini merupakan sumur yang bertuah. Biasanya digunakan oleh mereka yang meyakininya untuk penguat janji atau sumpah.
4. Masjid Agung Demak (1474)
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para Wali Songo untuk penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Bahkan para wali bermusyawarah di Masjid Demak untuk membahas penyebaran agama Islam di Indonesia.
Masjid ini didirikan oleh Raden Patah pertama dari Kesultanan Demak Bintoro pada abad 15 Masehi. Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut Saka Guru. Tiang ini konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai Saka Tatal bangunan serambi merupakan bangunan yang terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit.
5. Masjid Sultan Suriansyah (1526)
Masjid Sultan Suriansyah merupakan Masjid tertua di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dibangun pada tahun 1526 oleh Tuan Guru yang merupakan Raja Banjar pertama di Kalimantan Selatan. Masjid ini terletak di Utara Kecamatan Kesehatan, Banjarmasin Utara, Kalimantan Selatan. Banjarmasin dulu dikenal dengan Banjar Lama yang merupakan Ibukota Kesultanan Banjar untuk pertama kalinya.
Arsitektur tahap Kontruksi dan atap tumpang tindi, merupakan masjid bergaya tradisional khas Banjar. Gaya masjid tradisional di Banjar, Mihrabnya memiliki atap sendiri dan terpisah dengan atap bangunan utama. Masjid ini dibangun di tepi sungai Kuin di Kecamatan Kesehatan. Hingga kini Masjid Sultan Suriansyah tetap terawat dengan baik dan makin ramai mendapatkan kunjungan.
6. Masjid Menara Kudus (1549)
Masjid Menara Kudus (disebut juga sebagai mesjid Al Aqsa dan Mesjid Al Manar) adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama dan terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Mesjid ini berbentuk unik, karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.
7. Masjid Agung Banten (1552)
Masjid Agung Banten termasuk masjid tua yang penuh nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat komplek makam sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin, dan lainnya.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti Masjid Agung. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat, dan kajian Islami dilakukan di sini.
Menara yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga dimiliki Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km. Dahulu, selain digunakan sebagai tempang mengumandangkan azan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.
8. Masjid Mantingan (1559)
Masjid Mantingan adalah masjid kuno di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini dilaporkan didirikan di Kesultanan Demak pada tahun 1559. Didirikan oleh ubin lantai tinggi ditutup dengan cina buatan sendiri, dan juga kereta api-undakannya. Semua didatangkan dari Makao. Bubungan atap bangunan gaya termasuk china. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, sedang dinding sebelah tempat imam dan pendeta itu dihiasi dengan relief persegi bergambar margasatwa, dan penari penari diukir di batu kuning tua. Pengawasan pekerjaan konstruksi masjid ini tak lain adalah Babah Liem Mo Han. Di dalam kompleks masjid terdapat makam Sultan Hadlirin, suami dari Kanjeng Ratu Kalinyamat dan adik ipar Sultan Trenggono, penguasa terakhir Demak. Selain itu ada juga makam Waliullah Mbah Abdul Jalil, yang disebut sebagai nama lain Syekh Siti Jenar.
9. Masjid Al-Hilal Katanga (1603)
Masjid ini dibangun pada tahun 1603 masehi pada masa pemerintahan Taja Gowa-24, Aku Manga’ragi Daeng-Manrabbiakaraeng Lakiung, x 14,4 meter. Tinggi bangunan 11,9 meter danSultan Alauddin. Kemudian pada tahun 1605 m, masjid ini benar-benar dirubah untuk diberi nama Masjid Katangka. Masjid berukuran 14,1 x struktur 14,4 meter dan sebuah bangunan tambahan 4,1 90 meter dinding tebel, bahan baku dari batu bata dengan atap ubin dan lantai porselen. Lokasi di Katangka, Gowa.
10. Masjid Tua Palopo (1604)
Sumber : Wikipedia dan berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar