Senin, 25 April 2011

  Mengendalikan Amarah
  Oleh : KH. Abdul Hasib Hasan Lc
 

Apabila kita telah mengetahui dan meyakini keutamaan mengendalikan amarah, maka akan muncul keinginan untuk meraih pahala yang disediakan Allah SWT sehingga lebih memotivasi kita untuk dapat menahan amarah.

Perhatikanlah kisah Umar ra yang diceritakan oleh Malik bin Aus bin Hasan. Malik menceritakan bahwa Umar ra pernah marah pada seorang laki-laki dan memerintahkan agar lelaki itu dipukul, kemudian ia (Malik) membacakan kepada beliau surat Al A’raaf;199, “Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang berbuat yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang yang bodoh”. Kemudian Umar ra terdiam lalu memaafkan laki-laki itu dan tak jadi melampiaskan kemarahannya.

Selanjutnya, tentang sebab-sebab yang dapat membangkitkan amarah. Diantara sebab-sebab yang dapat membangkitkan amarah adalah sikap sombong, canda atau senda gurau yang tidak pada tempatnya, pelecehan, pencibiran, perdebatan, bertengkar, menghina, ambisi pada harta dan kedudukan, dan sebab-sebab lain yang kesemuanya merupakan sifat yang buruk dan tercela. Selama sifat ini masih melekat pada diri manusia maka ia tak bisa terhindar dari amarah. Karenanya akhlak tercela ini harus dihilangkan dengan cara menanamkan dan membiasakan diri untuk menerapkan sifat kebalikannya.

Sifat sombong dihilangkan dengan cara membiasakan diri untuk tawadhu’, ujub dipadamkan dengan mengenal hakikat diri yang sesungguhnya, kebanggaan dihapuskan dengan mengingat bahwa segala sesuatu berasal dari Allah SWT dan merupakan milikNya.

Adapun gemar bersenda gurau dan bercanda yang berlebihan dihilangkan dengan keseriusan dalam melakukan berbagai perbuatan yang baik dan positif. Sedangkan menyia-nyiakan waktu dihapus dengan menyibukkan diri dengan melakukan perbuatan yang baik dan mulia. Pelecehan dihapuskan dengan belajar untuk menahan diri dari menyakiti orang lain. Ambisi terhadap materi, dunia dan bermegah-megahan dihapuskan dengan sifat qona’ah. Dan begitu juga dengan sifat buruk yang lain harus dihilangkan dengan menanamkan sifat kebalikannya. Upaya menanamkan sifat-sifat baik tersebut memerlukan kesabaran, latihan dan pembiasaan yang berulang-ulang dan terus menerus. Itulah yang disebut dengan Riyadhoh, yaitu kesabaran melatih dan membiasakan diri secara terus menerus untuk menanamkan dan melakukan kebaikan.

Selanjutnya ada dua hal mendasar yang harus dilakukan untuk mengobati amarah.

Pertama adalah membekali diri dengan seperangkat pengetahuan yang membahas tentang bahaya amarah dan dampaknya, serta pengetahuan keutamaan bagi mereka yang dapat mengendalikan gejolak amarah.

Kedua adalah memohon perlindungan kepada Allah SWT, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW dengan membaca "Allahumma robba nabiyyi muhammadin ighfirly dzanbi wa adzhib ghoizho qolbi wa qini min mudhilati fitnah" yang artinya “Ya Allah, robb Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkan kemarahan hatiku dan lindungilah aku dari fitnah yang menyesatkan”.


Langkah-langkah Mengendalikan Amarah

1. Hindarilah marah dalam keadaan berdiri, upayakan untuk duduk. Jika gejolak marah masih besar hendaknya berbaring, lebih baik lagi jika mendekatkan muka ke tanah bersujud ke hadirat Allah SWT. Abu Hurairoh menjelaskan apabila Rasulullah SAW marah dalam keadaan berdiri maka beliau duduk, apabila marahnya dalam keadaan duduk maka beliau berbaring lalu marahnya pun menjadi hilang. Rasulullah SAW bersabda, “Jika kamu marah dalam keadaan berdiri hendaklah duduk, jika kamu dalam keadaan duduk maka hendaklah bersandar, jika dalam keadaan bersandar maka hendaklah berbaring.” Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya marah adalah bara dalam hati manusia anak adam, tidaklah kau ketahui matanya merah dan membengkak dan apabila dalam keadaan tersebut hendaknya menempelkan pipinya ketanah, sujud meletakkan dahi ketanah hal ini mengisyaratkan ketawadhu’an."
2. Dianjurkan berwudhu, “Apabila diantara kalian marah hendaklah berwudhu dengan air karena marah dari api” (HR. Abu Dawud). Juga terdapat dalam riwayat lain, “Sesungguhnya marah itu dari syaithan, dan sesungguhnya syaithan itu dari api dan api dipadamkan oleh air. Maka apabila salah seorang diantara kamu marah hendaknya berwudhu. Juga dalam keadaan marah hendaknya berdiam, diam dari lidahnya dan diam dari gerak tangan kakinya.” Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda “ Apabila marah maka diamlah.“ Suatu hari pernah Umar ra menampakkan kemarahannya, lalu ia minta air dan kumur-kumur dan berkata, “Sesungguhnya marah dari syaithan , sedangkan air dapat menghilangkan marah.”

3. Mengingat dan mengagungkan Allah SWT. Urwah bin Muhammad berkata, “Ketika aku ditunjuk jadi gubernur di Yaman, ayahku berkata, "kamu diangkat jadi gubernur?", aku katakan "ya…" Lalu ayah berkata “Jika kamu marah pandanglah keatas langit dan ke bumi kemudian agungkan pencipta keduanya.”

Demikianlah, ketika manusia mampu mengendalikan amarahnya maka dia akan mendapatkan balasan yang besar dan kemuliaan yang tinggi. Salah satu ciri orang bertakwa yang disebutkan Allah SWT dalam QS Ali Imraan;134 adalah al kazhiminal ghoizho, yaitu orang-orang yang dapat mengendalikan amarahnya. Nabi bersabda, “Orang yang paling hebat diantara kalian adalah orang yang orang yang bisa mengendalikan hawa nafsunya pada saat marah dan orang yang paling santun diantara kalian adalah orang yang memaafkan pada saat mampu melakukan pembalasan.”

Dalam riwayat Abu Daud, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menahan amarah padahal jika ia mau ia mampu melampiaskannya maka Allah SWT akan memenuhi hatinya dihari kiamat dengan keimanan". Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Ibnu Majah, “Tidak ada tegukan keridhoan yang lebih besar pahalanya selain tegukan kemarahan yang ditelan seseorang dan mengharap ridho Allah SWT.”

Umar bin Khattab pernah berkata, “Siapa yang bertakwa kepada Allah SWT tidak akan melampiaskan kemarahannya dan siapa yang takut kepada Allah SWT tidak akan berbuat sekehendaknya kalau bukan karena hari kiamat niscaya terjadi hal yang diluar apa yang kalian saksikan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar